Gianyar | Newsyess.com —  

Sosok Desak Putu Tirta, S.H., M.H., anggota DPRD Kabupaten Gianyar dari Fraksi PDI Perjuangan, semakin mengukuhkan dirinya sebagai figur yang tidak hanya aktif dalam dunia politik, tetapi juga menyatu erat dengan denyut kehidupan adat dan budaya masyarakat Bali, khususnya di daerah pemilihannya, Sukawati.

Dikenal luas dengan julukan “Srikandi-nya Sukawati”, Desak Putu Tirta selalu tampil hadir dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Meski memegang amanah politik di lembaga legislatif, ia tetap konsisten menekuni “ngayah” konsep pengabdian tulus tanpa pamrih yang menjadi ruh kehidupan sosial masyarakat Bali.

Pada Minggu, 6 April 2025, Desak Putu Tirta kembali terlihat di tengah-tengah masyarakat, aktif ngayah dalam rangkaian upacara Mendak Nuntun yang digelar di Pura Dalem Banjar Tengkulak Kaja, Desa Sukawati. Usai prosesi di Pura Dalem, beliau juga melanjutkan ngayah ngelantur mendak nuntun ke Merajan Ageng Satria Taman Bali, Tengkulak Kaja, dan ngelantur ngelinggihan ke Merajan Alit.

Kehadirannya tidak hanya sekadar simbolis, namun ia benar-benar terlibat aktif dalam pelaksanaan upacara, berbaur dengan warga, ikut menyiapkan sarana upakara, serta memberikan semangat dan motivasi kepada krama desa yang terlibat.

“Ngayah itu adalah bagian dari jati diri kami sebagai masyarakat Bali. Ini bukan beban, melainkan kebahagiaan. Politik boleh jadi ruang pengabdian formal, tapi ngayah adalah ruang pengabdian spiritual dan sosial yang tidak bisa saya tinggalkan,” ujar Desak Putu Tirta di sela kegiatan.

Konsistensinya dalam menjaga keseimbangan antara peran sebagai wakil rakyat dan pribadi yang ngayah menjadi inspirasi bagi banyak warga, terutama generasi muda perempuan Bali. Tak heran jika masyarakat menyebutnya sebagai figur pemimpin yang membumi dan layak dijadikan panutan.

Di tingkat legislatif, Desak Putu Tirta dikenal vokal memperjuangkan isu-isu pelestarian adat dan budaya, serta mendorong kebijakan yang pro terhadap pendidikan, perempuan, dan penguatan ekonomi masyarakat desa. Namun di saat bersamaan, ia tetap hadir dalam “yadnya”, membantu warga dalam suka maupun duka.

“Bagi saya, kekuatan politik itu bukan di gedung dewan, tapi di hati rakyat. Karena itu, menyatu dengan masyarakat melalui ngayah adalah bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual,” tutupnya dengan senyum hangat. (TimNewsyess)