Politik
Beretorika : Kontroversi Jelang Tahun Politik 2024 Oleh : Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum. Dekan FKIP Universitas Dwijendra
Rabu, 06 Desember 2023
Denpasar
Oleh : Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Dekan FKIP Universitas Dwijendra
Baca juga:
Sering Berbagi, Ajik Winata Cocok ke DPRD Gianyar dan Tagel Winarta Pantas ke DPRD Bali
Baca juga:
Plt Bupati Made Kasta Buka Kegiatan Penguatan Kemitraan Kampung Keluarga Berkualitas
Baca juga:
Redaksi Newsyess berbagi Paket Sembako pada Pekak Poleh berasal Dari Banjar Suwat Kaja Gianyar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), retorika adalah keterampilan berbahasa secara efektif. Selain itu, retorika juga dipahami sebagai studi pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang. Pengertian lainnya, retorika adalah seni berpidato yang muluk dan bombastis.
Sementara itu, mengutip situs garuda.
Kemdikbud.go.id, retorika adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana cara berbicara yang mempunyai daya tarik yang memesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan perasaannya tergugah.
Seni beretorika memang dibutuhkan oleh seseorang apabila seseorang ingin meyakinkan dan mempersuasi orang lain. Begitu pula jelang tahun politik 2024 masing-masing pasangan ingin diuji kapasistasnya dalam beretorika.
Hal ini sangat penting dilakukan sehingga masyarakat ingin mengetahui program pupuler yang dimiliki oleh pasangan capres dan cawapres.
Berita KPU mengubah format debat capres dengan meniadakan debat cawapres. Ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi publik. Siapa sebenarnya yang dirugikan dengan aturan seperti itu.
Semua pasangan merasa dirugikan karena ini merupakan momentum yang baik untuk memaparkan gagasan untuk memperbaiki segala sektor kehidupan masyarakat Indonesia ke depan.
Dengan debat cawapres juga merupakan momen bagi publik untuk mengetahui gagasan atau ide yang disampaikan masing-masing cawapres.
Selama ini ada anggapan bahwa peran cawapres sebagai pelengkap presiden saja padahal peran cawapres memiliki peran yang sangat penting dan krusial mendampingi presiden menyusun program lima tahun ke depan.
Tanpa debat, publik akan kehilangan kesempatan untuk mengetahui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh masing-masing cawapres.
Jika debat dilakukan dengan sistem paket, kesempatan cawapres dalam menyampaikan gagasannya akan terbatas. Tentu proporsi yang diambil oleh capres lebih banyak daripada proporsi cawapres.
Debat cawapres sebenarnya sangat dinanti-nanti oleh masyarakat terutama generasi muda. Ada yang menyatakan pemilu tahun 2024 meruapakan pemilunya generasi muda karena persentase pemilih dari kalangan remaja cukup tinggi dibandingkan dengan pemilih lainnya.
Arena adu gagasan memang banyak disediakan oleh mahasiswa dengan mengundang capres dan cawapres. Itu tujuannya generasi muda ingin tahu apa ide dan gagasan yang disampaikan oleh capres dan cawapres. Ide-ide yang ingin disampaikan seharusnya realistik.
Jangan karena dorongan semangat dan emosi dalam menyampaikan gagasan muncul gagasan mengratiskan BBM kepada semua pemilik sepeda motor dan memberikan dana jaminan kehamilan bagi ibu hamil selama 9 bulan.
Ini merupakan gagasan-gagasan yang tidak rasional namun ide dan gagasan tersebut akhirnya dilarat dan diluruskan.
Program makan siang gratis dan minum susu gratis juga digagas salah satu capres. Ini merupakan gagasan yang tidak populer.
Masyarakat lapar ya diberi pancing, jangan memulu diberi ikan. Program ini akan membentuk generasi yang pemalas. Antara capres dan cawapres menyampaikan data yang berbeda tentang penegakan hukum. Hal ini kenapa bisa tejadi.
Dalam forum yang disediakan oleh mahasiswa, ada cawapres yang tidak hadir dalam forum tersebut. Hal ini memunculkan tanda tanya. Apa memang cawapres tersebut tidak siap menyampaikan gagasannya di depan mahasiswa.
Beretorika jelang tahun politik 2024 sangat penting untuk menunujukkan kepiawaian masing-masing pasangan. Tentu berotorika yang dimaksud bukan hanya sebuah wacana.
Setelah terpilih semua program yang diretorikakan dilupakan. Masyarakat khususnya generasi muda (gen Z) tidak akan mau “membeli kucing dalam karung”. Mereka ingin program nyata yang sangat rasional untuk dijalankan.
Momen ini sebenarnya yang ditunggu-tunggu. Yang mana pasangan yang programnya rasional tentu itu kemungkinan yang jadi pemenang dalam kontestasi terlepas nanti adanya “politik kotor” untuk memenangkan salah satu pasangan.
Menurut Richard West dan Lynn H. Turner dalam buku Introducing Communication Theory: Analysis and Application (2008), teori retorika memiliki cakupan pemikiran yang sangat luas dalam bidang komunikasi.
Walau begitu, teori retorika Aristoteles ini dituntun oleh dua asumsi, yakni pembicara yang efektif harus mempertimbangkan khalayak mereka, dan pembicara yang efektif menggunakan sejumlah bukti dalam presentasinya.
Pada intinya, teori retorika milik Aristoteles menyebutkan bahwa efektivitas persuasi ditentukan oleh kualitas komunikator dalam menyampaikan bukti logos (logika), pathos (emosi), dan ethos (etika).
Masyarakat tentu menunggu gagasan-gagasan rasional dari masing-masing pasangan.
Bukan gagasan-gagasan yang muluk-muluk. Bukan gagasan yang tidak populer, dan tentu juga bukan gagasan-gagasan hanya manis dibibir setelah jadi lupa akan proses jadinya.
TAGS :
Polling Dimulai per 1 Juli 2024