Tokoh
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H.,: Oplosan Pertalite ke Pertamax, Kejahatan yang Merusak Kepercayaan Publik
Senin, 03 Maret 2025
Tim gusti dalem law firm
Jakarta | Newsyess.com - Kasus dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax yang melibatkan oknum pejabat di PT Pertamina mengguncang kepercayaan publik terhadap pengelolaan energi nasional. Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., praktisi hukum asal Nusa Penida, Klungkung, yang juga Managing Partner di Kantor Hukum Gusti Dalem Pering (GDP) Law Firm, menilai kasus ini bukan sekadar tindak pidana biasa, tetapi juga kejahatan ekonomi yang merugikan negara dan masyarakat luas.
Kejahatan Terstruktur yang Mencederai Kepentingan Publik
Menurut Subagia, tindakan pengoplosan BBM subsidi ke BBM nonsubsidi ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan terstruktur yang melibatkan penyalahgunaan kewenangan.
"Ini bukan sekadar pelanggaran administratif atau kesalahan teknis, tetapi indikasi dari tindakan yang melibatkan unsur kesengajaan untuk mencari keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Jika terbukti, ini merupakan bentuk korupsi yang harus ditindak tegas," tegasnya.
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., juga mengingatkan bahwa pengelolaan energi di Indonesia diatur secara ketat, terutama dalam hal subsidi BBM. Oplosan Pertalite ke Pertamax bukan hanya melanggar aturan distribusi energi, tetapi juga merugikan negara dari sisi fiskal dan masyarakat dari sisi kualitas bahan bakar.
"Subsidi BBM diberikan untuk membantu rakyat kecil, bukan untuk dipermainkan demi keuntungan pribadi. Jika ada oknum pejabat yang terlibat dalam pengoplosan ini, maka ini bukan hanya kejahatan ekonomi, tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan publik," tambahnya.
Landasan Hukum: Bisa Dijerat dengan UU Migas dan UU Tipikor
Dari perspektif hukum, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kasus ini dapat dijerat dengan berbagai regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas)
Pasal 55 UU Migas menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah dapat dipidana dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)
Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang oleh pejabat Pertamina untuk keuntungan pribadi, maka bisa dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor, dengan ancaman penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
KUHP Pasal 378 tentang Penipuan
Oplosan BBM juga bisa dikategorikan sebagai penipuan terhadap konsumen, di mana pelaku dapat dijerat dengan pidana maksimal 4 tahun penjara.
UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999)
Konsumen yang dirugikan akibat BBM oplosan berhak mendapatkan perlindungan hukum dan ganti rugi dari pihak yang bertanggung jawab.
Dampak Besar: Kerugian Negara dan Ancaman bagi Mesin Kendaraan
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., juga menyoroti dampak luas dari perbuatan ini, yang tidak hanya merugikan negara dalam bentuk potensi kehilangan pajak dan subsidi, tetapi juga membahayakan kendaraan masyarakat.
"BBM oplosan yang kualitasnya tidak sesuai standar akan berdampak buruk pada performa kendaraan, meningkatkan emisi gas buang, dan dalam jangka panjang bisa merusak mesin. Masyarakat adalah korban utama dari praktik semacam ini," jelasnya.
Selain itu, tindakan ini juga berpotensi meningkatkan harga BBM secara keseluruhan karena mengacaukan sistem distribusi dan pasokan energi nasional.
Harus Ada Langkah Tegas: Audit, Transparansi, dan Sanksi Berat
Sebagai praktisi hukum, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., mendesak agar audit internal di Pertamina dilakukan secara menyeluruh, termasuk menelusuri kemungkinan keterlibatan jaringan lebih luas dalam kasus ini.
"Kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk membenahi pengelolaan energi. Jangan hanya menangkap pelaku lapangan, tetapi juga mengusut siapa pun yang memberikan perlindungan atau menikmati keuntungan dari praktik ilegal ini," katanya.
Ia juga menekankan perlunya transparansi dalam penegakan hukum agar publik bisa melihat bahwa negara benar-benar serius dalam melindungi kepentingan rakyat.
"Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika ada pejabat Pertamina yang terlibat, mereka harus diproses secara hukum dan dijatuhi hukuman maksimal, agar menjadi efek jera bagi pihak lain yang ingin mencoba melakukan hal serupa," pungkas Dr. I Made Subagio, S.H., M.H.,
Dengan berbagai indikasi pelanggaran hukum yang ada, Subagia menegaskan bahwa kasus ini harus diusut hingga tuntas, demi memastikan bahwa subsidi energi tetap tepat sasaran dan kepercayaan publik terhadap pemerintah tidak semakin terkikis. (TimNewsyess)
TAGS :