Tokoh
Jro Bendesa Adat Padangtegal Buka Program Seni Budaya "NGAPTI URIP WANARAWANA" di Monkey Forest: "Maju Bersama, Sejahtera Bersama"
Minggu, 06 April 2025
Jro Bendesa adat padangtegal
Ubud | Newsyess.com - 6 April 2025 – Di bawah teduhnya kanopi hutan Monkey Forest yang magis, semilir angin membawa pesan penuh harapan dari Jro Bendesa Adat Padangtegal, I Made Parmita, saat membuka secara langsung sebuah program seni budaya yang melibatkan komunitas sekitar 32 seniman lokal. Acara ini bukan sekadar pameran seni, dengan tema "NGAPTI URIP WANARAWANA" melainkan menjadi bentuk nyata dari komitmen pelestarian budaya yang terus menyala di jantung Ubud.
Sebagai pengelola Objek Wisata Monkey Forest Ubud, I Made Parmita melihat program ini sebagai langkah strategis dalam mempertahankan warisan seni budaya Bali di tengah arus globalisasi.
"Ini program yang luar biasa sebenarnya. Dalam mempertahankan seni budaya, kami mempersiapkan tempat, dan ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh komunitas seni. Harapannya, apa yang kami siapkan bisa digunakan dengan baik," ujarnya dengan penuh semangat.
Menurutnya, keunikan Ubud bukan hanya pada alamnya, tetapi juga pada identitas budayanya. Maka dari itu, pelestarian budaya menjadi roh dari pembangunan yang dilakukan di kawasan ini.
"Kami tidak hanya mempertahankan, tapi juga meningkatkan seni budaya sebagai ciri khas identitas kita—baik di Ubud, Bali, maupun Indonesia. Ini bukan sekadar tontonan, tapi juga tuntunan untuk mengenali diri sebagai bagian dari kebudayaan luhur, tambahnya.
Dalam praktiknya, Monkey Forest kini telah menyediakan ruang yang strategis untuk para seniman. Setiap Sabtu dan Minggu, digelar atraksi budaya seperti gamelan dan tarian tradisional Bali di sisi selatan kawasan wisata, yang secara otomatis dilalui oleh mayoritas pengunjung.
"Setiap hari Sabtu dan Minggu, kita gelar atraksi seni. Dari rata-rata 3.000 pengunjung per hari, sekitar 2.000 melewati lokasi pameran ini. Minimal seratus orang masuk, dan harapannya, mereka adalah penikmat seni sejati, bahkan kolektor," jelasnya.
Ia menekankan bahwa program ini memberi peluang nyata kepada para seniman untuk tampil, berinteraksi, dan menjual karya mereka, sekaligus menguatkan distribusi dan pemasaran hasil seni yang selama ini menjadi tantangan besar bagi komunitas seniman.
"Kami sadar, tantangan terbesar seniman adalah soal pemasaran. Banyak dari mereka yang berkarya, tapi tidak punya wadah menjual karyanya. Maka dari itu, tempat ini kami siapkan agar mereka bisa terus berkarya dan memperoleh hasil yang layak," ungkapnya.
Program ini pun sejalan dengan visi desa adat untuk menyejahterakan masyarakat lokal, terutama komunitas-komunitas adat dan seni yang menjadi denyut nadi kehidupan Ubud.
"Ini bentuk komitmen kami untuk menciptakan masyarakat yang mandiri, kreatif, dan sejahtera, sesuai dengan misi desa dan amanah leluhur. Semangatnya adalah ‘maju bersama, sejahtera bersama’," tegas Jro Parmita.
Terkait dengan jumlah kunjungan wisatawan, ia menyampaikan bahwa hingga April 2025, rata-rata kunjungan harian masih di angka 3.000 orang, meskipun sempat menurun pada Januari-Februari akibat cuaca buruk dan risiko pohon tumbang di area hutan.
Namun, optimisme tetap menggelora. I Made Parmita memproyeksikan bahwa puncak kunjungan akan terjadi pada bulan Agustus 2025, dengan target mencapai 5.000 pengunjung per hari.
"Kami yakin Agustus nanti adalah puncaknya. Semoga semua program dan atraksi seni budaya ini bisa menjadi magnet yang kuat bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara," pungkasnya.
Dengan semangat kolaborasi antara desa adat, seniman, dan masyarakat, kawasan Ubud kembali menegaskan dirinya sebagai sentra budaya dunia yang tidak hanya hidup, tetapi juga menghidupi. Sebuah langkah kecil dari Padangtegal yang bergema hingga penjuru Bali dan Nusantara. (TimNewsyess)
TAGS :