Tokoh
Paradigma Baru Hukum Acara Pidana: Pandangan Kritis Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., terhadap RUU KUHAP
Minggu, 23 Maret 2025
Tim hukum made Subagia
Jakarta | 22 Maret 2025 – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akhirnya mencapai tahap finalisasi di Komisi III DPR RI Dengan 334 Pasal dan 20 Bab, RUU ini membawa sejumlah perubahan mendasar dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Salah satu poin penting adalah penguatan peran advokat, yang dinilai sebagai langkah maju dalam menjamin keadilan bagi tersangka, saksi, dan korban.
Managing Partner Gusti Dalem Pering Law Firm, Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., bersama timnya, Rendy Suditomo, S.H. (Senior Associate) dan Leo Ariyanto (Junior Associate), turut memberikan pandangan kritis terkait perubahan ini.
Advokat sebagai Pilar Keadilan
Salah satu perubahan signifikan dalam RUU KUHAP adalah “penguatan peran advokat”, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 dan Pasal 33. Jika dalam KUHAP lama peran advokat terbatas, kini advokat tidak hanya mendampingi tersangka, tetapi juga dapat mendampingi saksi dan korban. Advokat juga diberikan hak untuk mengajukan keberatan jika menemukan indikasi intimidasi dalam proses pemeriksaan.
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., menyambut baik perubahan ini, namun mengingatkan bahwa efektivitasnya tetap bergantung pada implementasi di lapangan.
"Ini langkah maju dalam menjamin hak-hak tersangka dan saksi. Namun, harus ada mekanisme pengawasan yang jelas agar perubahan ini tidak hanya sekadar tertulis di undang-undang, tetapi benar-benar diterapkan dalam praktik," ujarnya.
Senada dengan Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., Rendy Suditomo, S.H., menilai bahwa perubahan ini bisa menjadi pedang bermata dua.
"Dari sisi teori, penguatan peran advokat adalah hal yang positif. Namun, bagaimana dengan kesiapan aparat penegak hukum? Apakah mereka siap dengan paradigma baru ini? Jangan sampai advokat hanya diberi hak di atas kertas, tetapi dalam praktiknya tetap dibatasi," tegasnya.
Sementara itu, Leo Ariyanto menekankan pentingnya edukasi hukum bagi masyarakat agar memahami hak-haknya dalam proses hukum.
"Tidak semua orang tahu bahwa mereka berhak didampingi advokat sejak awal pemeriksaan. RUU KUHAP ini harus disosialisasikan secara luas agar masyarakat bisa memanfaatkannya dengan baik," katanya.
Keseimbangan Kewenangan dan Perlindungan Hukum
RUU KUHAP tetap mempertahankan kewenangan polisi sebagai penyidik utama dan jaksa sebagai penuntut umum, namun memberikan kontrol lebih ketat terhadap proses penahanan dan pemeriksaan. Misalnya, syarat penahanan kini tidak lagi berdasarkan asumsi subjektif penyidik, tetapi harus ada bukti konkret bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Selain itu, keberadaan CCTV dalam pemeriksaan dan tempat penahanan (Pasal 31) menjadi langkah untuk mencegah kekerasan dan penyiksaan dalam proses hukum.
Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., menilai bahwa penguatan mekanisme pengawasan ini merupakan langkah penting dalam reformasi hukum acara pidana di Indonesia.
"Ini menunjukkan bahwa kita mulai bergerak menuju sistem peradilan pidana yang lebih modern dan transparan. Namun, ada tantangan dalam implementasi, terutama dalam pengadaan dan pengawasan penggunaan CCTV di seluruh fasilitas penahanan," katanya.
Di sisi lain, Rendy Suditomo, S.H., menyoroti perubahan dalam mekanisme Restorative Justice (RJ) yang kini diakomodasi dalam bab khusus.
"Restorative Justice memberikan alternatif penyelesaian perkara yang lebih humanis, terutama bagi kasus-kasus yang tidak menimbulkan dampak besar. Ini bisa mengurangi beban peradilan dan memberikan solusi yang lebih adil bagi korban dan pelaku," paparnya.
Menyambut Era Baru Hukum Acara Pidana
Dengan penyusunan yang hampir rampung, RUU KUHAP diproyeksikan akan segera dibahas dalam sidang paripurna dan menjadi KUHAP baru dalam waktu dekat. Hinca Panjaitan, anggota Komisi III DPR RI, menegaskan bahwa proses pembahasan akan dilakukan secara terbuka untuk memastikan prinsip meaningful participation terpenuhi.
Meski secara keseluruhan RUU KUHAP dinilai lebih maju dibanding versi sebelumnya, ada tantangan besar dalam penerapannya. Baik dari kesiapan aparat penegak hukum, infrastruktur, hingga edukasi hukum kepada masyarakat.
Sebagaimana dikatakan oleh Dr. I Made Subagio, S.H., M.H., "Undang-undang yang baik bukan hanya yang memiliki pasal-pasal progresif, tetapi juga yang bisa diterapkan secara nyata untuk menjamin keadilan bagi semua." (Tim Liputan)
TAGS :