Pendidikan
Pembiaran Kekerasan Pada Sekolah Kedinasan Oleh Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum. Praktisi Pendidikan FKIP Universitas Dwijendra
Senin, 13 Mei 2024
Dunia pendidikan
Oleh Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Praktisi Pendidikan FKIP Universitas Dwijendra
Kekerasan yang dilakukan senior kepada junior di sekolah kedinasan sering terjadi. Tewasnya siswa Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19 tahun) asal Desa Gunaksa, Klungkung, Bali.
Karena dianiaya oleh seniornya hanya gara-gara mengenakan baju olahraga di dalam kelas. Ini merupakan bentuk arogansi senior kepada junior.
Arogansi ini bisa terjadi karena pembiaran kekerasan yang terjadi di STIP Jakarta. Tidak mungkin pimpinan sekolah tidak mengetahui bahwa tradisi kekerasan terpelihara di sekolah tersebut.
Setelah ada kasus seperti ini Kementerian Perhubungan merancang perombakan kurikulum pendidikan di 33 sekolah kedinasan di bawah naungan Kementerian Perhubungan. Bertindak setelah ada korban tewas adalah sebuah kesia-siaan.
Harapan orang tua korban telah diluluhlantakkan dengan kejadian ini. Apakah sekolah kedinasan STIP Jakarta tidak bercermin dengan kejadian kejadian sebelumnya seperti kasus kematian Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang (September 2021) dan Kematian taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, (Februari 2019).
Apakah untungnya melaksanakan pendidikan kedinasan dengan gaya “semi meliter”. Niat menanamkan disiplin justru berbuntut kematian. Disiplin tidak harus ditatanamkan dengan gaya meliter.
Apa jadinya jika siswa taruna sudah menjabat membawa-bawa kekerasan dalam melaksanakan tugasnya. Banyak cara untuk menanamkan kedisiplinan tetapi bukan dengan cara arogansi.
Menurut Charles Schaefer (1986) tujuan mendisiplinkan siswa self control and self direction. Bagaimana siswa dapat mengontrol diri dan dapat mengarahkan dirinya menjadi siswa yang disiplin dengan beradab.
TAGS :
Polling Dimulai per 1 Juli 2024