News

Tumpek Uye: Momentum Sakral untuk Kesejahteraan Hewan Oleh: I K. Satria

 Kamis, 12 Desember 2024

Tumpek Uye

Newsyess.com, Bali. 

 

BALI | Newsyess.com - Kearifan lokal masyarakat Bali terus menjadi inspirasi dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Salah satu manifestasi dari nilai luhur ini adalah peringatan Tumpek Uye, hari sakral yang diperingati setiap Saniscara Kliwon Uye.  

Pada hari ini, umat Hindu di Bali memanjatkan doa dan memuliakan hewan, baik yang dipelihara maupun yang hidup bebas di alam. Melalui ritual ini, penghormatan ditujukan kepada Hyang Pasupati dalam wujud manifestasi-Nya sebagai Sang Hyang Rare Angon, simbol pelindung hewan.  

Makna Filosofis Tumpek Uye 
Tumpek Uye mencerminkan hubungan mendalam antara manusia dengan alam. Dalam agama Hindu, hewan tidak hanya dipandang sebagai makhluk hidup biasa, tetapi juga wahana para Dewa. Kitab suci Lontar Sundarigama menjelaskan bahwa Saniscara Kliwon Uye adalah hari untuk melestarikan dan memuliakan semua jenis hewan.  

Salah satu kutipan dari lontar tersebut berbunyi:  

"Saniscara Kliwon Uye pinaka prakertining sarwa sato." 
(Pada hari Saniscara Kliwon Uye hendaknya dijadikan tonggak untuk melestarikan semua jenis hewan).  

Hewan peliharaan seperti sapi, kerbau, anjing, dan burung sering menjadi simbol dalam ritual ini. Namun, secara esensi, penghormatan ini mencakup semua hewan sebagai wujud cinta kasih dan pelestarian alam.  

Pelaksanaan Ritual Tumpek Uye  
Ritual Tumpek Uye diawali dengan persiapan bebantenan (persembahan) yang disesuaikan dengan jenis hewan yang dimiliki. Berikut adalah sarana yang umum digunakan:  

- Hewan besar (sapi, kerbau, kuda):  
  - Tumpeng Tetebasan, Panyeneng, Sesayut, dan Canang Raka.  
- Babi:  
  - Tumpeng-canang Raka, Penyeneng, Ketipat, dan Belayag.  
- Unggas (ayam, burung, dll.):  
  - Ketupat khusus sesuai jenis unggas, seperti Tipat Kedis, Tipat Kukur, atau Tipat Gelatik, dilengkapi Penyeneng, Tetebus, dan bunga.  

Setelah persembahan disiapkan, doa dilakukan di pelinggih seperti Kemulan Tiga Sakti atau Bhatara Hyang Guru. Tirta (air suci) yang telah diberkati kemudian dipercikkan pada hewan sebagai simbol doa untuk kesehatan dan kesejahteraan mereka.  

Pesan Harmoni dan Pelestarian Alam  
Lebih dari sekadar ritual, Tumpek Uye mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungan. Sloka dalam Lontar Sundarigama juga mengingatkan umat manusia untuk menyayangi hewan:  

"Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana." 
(Jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang adalah kekuatan alam). 

Hewan adalah salah satu elemen penting dalam ekosistem, yang kekuatannya sering digunakan dalam berbagai upacara adat Bali seperti caru (Bhuta Yadnya). Oleh karena itu, memelihara hewan lokal seperti anjing Bali, ayam Bali, atau babi Bali menjadi langkah nyata untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan warisan budaya.  

Tumpek Uye sebagai Refleksi Kehidupan 
Momentum Tumpek Uye bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga ajakan untuk introspeksi diri terhadap hubungan manusia dengan alam. Dengan memuliakan hewan, umat Hindu diingatkan untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Pesan ini menjadi relevan di tengah tantangan modernisasi yang sering kali mengabaikan keberlanjutan alam.  

Melalui ritual dan penghormatan ini, manusia dapat terus menjaga keharmonisan antara dirinya, alam semesta, dan Sang Pencipta. Rahajeng Tumpek Uye, semoga semangat pelestarian ini membawa keberkahan bagi seluruh makhluk hidup di bumi.(TimNewsyess)


TAGS :



Siapa Calon Bupati Badung Terfavorit Pilihan Anda?

Polling Dimulai per 1 Juli 2024