Karangasem, Newsyess.com - Desa adat Lebu memiliki tradisi Ngusaba Seka Roras sebagai wujud syukur usai panen raya. Hal itu dijelaskan oleh Jro Bendesa Adat Lebu yang juga selaku Mejelis Alitan MDA Kecamatan Sidemen, I Wayan Darmanta, ketika di temui Newsyess pada, Sabtu, 3/6/2023 di Desa Lebu Sidemen Karangasem.
“Ngusaba seka roras dilakukan setiap tahun. Dilaksanakan setelah panen padi di sawah. Usai panen padi, begitu nguwugin, nedunang desa untuk melaksanakan ngusaba desa,” jelasnya.
Di panen raya padi, kami lalukan paruman desa. Ngusaba desa dilatar belakangi seka roras. “Kami mencari seka roras, ketentuan kedua pihak harus sudah potong gigi. Nama terpilih 12 orang, H-11 saat hari raya, seka roras sudah mulai ngayah di Puseh,” jelasnya.
Tidur seka roras di pekemitan bale agung. “Mereka dispesialkan oleh Krama. Mereka makemit di bale agung,” jelasnya.
Dikatakannya, seka roras, makemit di Ajeng Ida Batara. Meski statusnya manusia, namun makemit di Bale Agung, sama kedudukan dengan Batara khusus yang lakinya saja. “Selama ngayah, tidak boleh pulang, mandi di Beji selama 11 hari,” jelasnya.
Di puncak ngusaba, digelar aran-aranan. Jadi seka roras, merambah pale bungkah, pale gantung, dicari oleh seka roras. “Kelapa digantung. Saat hari H, nama seka roras misalnya Gede Sudarsana, namanya diganti nama leluhur mereka,” jelasnya.
Selanjutnya, hari H, panggilan pungkusan itu yang berlaku. Misalnya Sudarsana mewasta I Dapdap. “Sama seperti saya, nama pungkusan I Wayan Sanur. Nama sesuai wilayah, itu nama leluhur kami,” jelasnya.
Usai ngusaba, nyejer tiga hari. Lalu dibawa ke Pura Dalem. Nama mereka berubah Sang Hyang Jaran. “Mereka baik papah buah, bawa kelapa, dia disaksikan Nodya Ida Batara Kabeh melintasi api,” jelasnya. (Ngakan Suardika)